ARGENTOMETRI
Argentometri adalah suatu proses
titrasi yang menggunakan garam argentum nitrat (AgNO3) sebagai
larutan standard. Dalam titrasi argentometri, larutan AgNO3
digunakan untuk menetapkan garam-garam halogen dan sianida karena kedua jenis
garam ini dengan ion Ag+ dari garam standard AgNO3 dapat
memebentuk suatu endapan atau suatu senyawa kompleks sesuai dengan persamaan
reaksi berikut ini :
NaX + Ag+ Û
AgX + Na+ ( X = halida )
KCN + Ag+ Û
AgCN + K+
KCN +
AgCN Û K{Ag(CN)2}
Argentometri termasuk salah satu
cara analisis kuantitatif dengan sistem pengendapan. Cara analisis ini biasanya
dipergunakan untuk menentukan ion-ion halogen, ion perak, ion tiosianat serta
ion-ion lainnya yang dapat diendapkan oleh larutan standardnya. Titrasi
argentometri terbagi menjadi beberapa metode penetapan disesuaikan dengan
indicator yang diperlukan dalam penetapan kadar yaitu :
1. Metode Mohr
Atau nama lainnya metode dengan pembentukan endapan berwarna. Dalam
cara ini, ke dalam larutan yang dititrasi ditambahkan sedikit larutan kalium
kromat (K2CrO4) sebagai indikator. Pada akhir titrasi,
ion kromat akan bereaksi dengan kelebihan ion perak membentuk endapan berwarna
merah dari perak kromat, dengan reaksi :
CrO42- +
2Ag+ Û
Ag2CrO4
Konsentrasi ion klorida dalam suatu
larutan dapat ditentukan dengan cara titrasi dengan larutan standart perak
nitrat. Endapan putih perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi
berlangsung dan digunakan indicator larutan kalium kromat encer. Setelah semua
ion klorida mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi
dicapai akan bereaksi dengan indicator membentuk endapan coklat kemerahan
Ag2CrO4 (lihat gambar). Prosedur ini disebut sebagai titrasi argentometri
dengan metode Mohr.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
Ag+(aq) + Cl-(aq) -> AgCl(s)
(endapan putih)
Ag+(aq) + CrO42-(aq) ->
Ag2CrO4(s) (coklat kemerahan)
Argentometri merupakan titrasi yang
melibatkan reaksi antara ion halida (Cl-, Br-, I-)
atau anion lainnya (CN-, CNS-) dengan ion Ag+ (Argentum)
dari perak nitrat (AgNO3) dan membentuk endapan perak halida (AgX).
Konstanta
kesetimbangan reaksi pengendapan untuk reaksi tersebut adalah ; Ksp AgX = [Ag+]
[X-]
Prinsip :
AgNO3 akan bereaksi dengan NaCl membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Bila semua Cl- sudah habis bereaksi dengan Ag+ dari AgNO3,, maka kelebihan sedikit Ag+ akan bereaksi dengan CrO42- dari indikator K2CrO4 yang ditambahkan, ini berarti titik akhir titrasi telah dicapai, yaitu bila terbentuk warna merah bata dari endapan Ag2CrO4.
AgNO3 akan bereaksi dengan NaCl membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Bila semua Cl- sudah habis bereaksi dengan Ag+ dari AgNO3,, maka kelebihan sedikit Ag+ akan bereaksi dengan CrO42- dari indikator K2CrO4 yang ditambahkan, ini berarti titik akhir titrasi telah dicapai, yaitu bila terbentuk warna merah bata dari endapan Ag2CrO4.
Reaksinya:
Tingkat keasaman (pH) larutan yang mengandung NaCl
berpengaruh pada titrasi. Titrasi dengan metode Mohr dilakukan pada pH 8. Jika
pH terlalu asam (pH < 6), sebagian indikator K2CrO4
akan berbentuk HCrO4-, sehingga larutan AgNO3 lebih
banyak yang dibutuhkan untuk membentuk endapan Ag2CrO4.
Pada pH basa (pH > 8), sebagian Ag+ akan diendapkan menjadi perak karbonat
atau perak hidroksida, sehingga larutan AgNO3 sebagai penitrasi
lebih banyak yang dibutuhkan.
Metode
Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO3
sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir
titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi
kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4,
saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan
menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3,
memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N.
Indikator
menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga
terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena
warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+.
Pada
analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:
Ag+(aq) + Cl-(aq) ↔ AgCl(s)↓
Sedang
pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:
2Ag+(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓
Pengaturan
pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi,
dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O
sehingga titran terlalu banyak terpakai.
2Ag+(aq)
+ 2OH-(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓
+ H2O(l)
Bila pH terlalu
rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72-
karena reaksi
2H+(aq)
+ 2CrO42-(aq) ↔ Cr2O72-
+H2O(l)
Yang mengurangi
konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau sangat
terlambat.
Selama
titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal
akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk
kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.
2.
Metode
Volhard
Atau nama lainnya metode dengan cara pembentukan ion kompleks
berwarna. Dalam cara ini, larutan standard perak nitrat ditambahkan secara
berlebih ke dalam larutan analit, kemudian kelebihan ion perak dititrasi dengan
larutan standard amonium atau kalium tiosianat dengan menambahkan ion feri (Fe3+) sebagai indikator.
Pada akhir titrasi, ion feri akan bereaksi dengan kelebihan ion tiosianat
memebentuk ion kompleks {Fe(SCN)6}3- yang berwarna
coklat.
X
+ Ag+ Û AgX
+ Ag+ sisa
Ag+ sisa +
SCN- Û
AgSCN
Fe3+ +
6 SCN- Û
{Fe(SCN)6}3-
Prinsip:
Pada metode ini, sejumlah volume larutan standar AgNO3 ditambahkan secara berlebih ke dalam larutan yang mengandung ion halida (X-). Sisa larutan standar AgNO3 yang tidak bereaksi dengan Cl- dititrasi dengan larutan standar tiosianat ( KSCN atau NH4SCN ) menggunakan indikator besi (III) (Fe3+). Reaksinya sebagai berikut ;
Pada metode ini, sejumlah volume larutan standar AgNO3 ditambahkan secara berlebih ke dalam larutan yang mengandung ion halida (X-). Sisa larutan standar AgNO3 yang tidak bereaksi dengan Cl- dititrasi dengan larutan standar tiosianat ( KSCN atau NH4SCN ) menggunakan indikator besi (III) (Fe3+). Reaksinya sebagai berikut ;
Metode
Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+
sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara
titrant dan Ag, membentuk endapan putih.
Ag+(aq)
+ SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)
Sedikit
kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks
yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq)
+ Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq)
Yang larut
dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.
Karena
titrantnya SCN-
dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard,
titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN-
sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan
X- ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah
seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka
titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula
dengan endapan AgX:
Ag+(aq)
(berlebih) + X- (aq) ↔ AgX(s) ↓
Ag+(aq)
(kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN(s) ↓
SCN-(aq)
+ AgX (s) ↔ X-(aq) + AgSCN(aq) ↓
Bila hal
ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik
akhirnya melemah (warna berkurang).
Konsentrasi
indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant
bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu
saling mempengaruhi.
Penerapan
terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion
halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan
sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan
tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan
keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena
ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut
dalam keadaan asam.
3.
Metode
Fajans
Atau nama lainnya metode dengan menggunakan indikator adsorpsi
(metode Fajans). Titik akhit titrasi dalam titrasi dengan cara ini ditandai
dengan berubahnya warna endapan AgX sebagai akibat dari adanya adsorpsi endapan
AgX terhadap pereaksi pewarna yang ditambahkan. Indikator yang sering digunakan
adalah fluorescein dan eosin.
Indikator adsorbsi merupakan
pewarna, seperti diklorofluorescein yang berada dalam keadaan bermuatan
negative dalam larutan titrasi akan teradsorbsi sebagai counter ion pada
permukaan endapan yang bermuatan positif. Dengan terserapnya ini maka warna
indicator akan berubah dimana warna diklorofluorescein menjadi berwarna merah
muda.
Metode Fajans menggunakan indicator
senyawa organic yang dapat diserap pada permukaan endapan yang terbentuk selama
titrasi argentometri berlangsung. Indicator yang biasa digunakan yaitu
indicator adsorbs diiododimetilfluoresen dan fluoresen AgNO3 juga
distandarisasi dengan NaCl dengan menggunakan indicator fluorescein. Metode ini
disebut dengan metode Fajans. Metode ini menggunakan adsorbsi yaitu merupakan
zat yang dapat diserap pada permukaan endapan sehingga dapat menimbulkan warna.
Pada metode fajans, dapat digunakan untuk menetapkan kadar halide dengan
menggunakan indicator adsorbs. Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung
zat berpendar fluor (ditambahkan indicator fluorescein), titik akhir ditentukan
dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga dengan endapan
berwarna merah muda. Pada saat itulah tercapai titik ekivalen. Reaksi yang
terjadi adalah :
AgNO3(aq)
+ NaCl(aq) ---> AgCl(s) + NaNO3(aq)
Endapan berwarna merah muda dengan
endapan berwarna orange disebabkan karena pengaruh warna fluorescein dan adanya
adsorbs indicator pada endapan AgCl. Wana zat yang terbentuk dapat berubah
akibat adsorbs pada permukaan.
Dalam
titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang
dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya
warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara
lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Cara kerja
indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau
basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein
yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan
mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).
HFl(aq)
↔ H+(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl-
inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah
muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan
agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak
sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi
apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain
setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+).
Pada
tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana
masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka
endapan menyerap ion-ion X- sehingga butiran-butiran koloid menjadi
bermuatan negatif. Karena muatan Fl- juga negatif, maka Fl-
tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut. Makin
lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X-; menjelang
titik ekivalen, ion X- yang terserap endapan akan lepas kembali
karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu, sehingga muatan koloid
makin berkurang negatif.
Pada titik
ekivalen tidak ada kelebihan X- maupun Ag+; jadi koloid
menjadi netral. Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag+.
Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan
selanjutnya dapat menarik ion Fl- dan menyebabkan warna endapan
berubah mendadak menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering juga terjadi
penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya berwarna keruh juga menjadi
jernih atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam
perubahan diatas, yakni
(i) Endapan
yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
(ii) Larutan
yang semula keruh menjadi lebih jernih
(iii)
Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi.
Suatu
kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya
(fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai.
Titrasi
menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya.
Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk
koloid yang juga harus dengan cepat.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGENDAPAN
1. Temperatur
Kelarutan
semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya suhu maka
pembentukan endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada
larutannya.
2. Sifat alami pelarut
Garam
anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik seperti
alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik
dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat. Setiap pelarut
memiliki kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatau zat, begitu juga dengan
zat yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
3. Pengaruh ion sejenis
Kelarutan
endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion sejenis
dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh kelarutan Fe(OH)3 akan menjadi
kecil jika kita larutkan dalam larutan NH4OH dibanding dengan kita
melarutkannya dalam air, hal ini disebabkan dalam larutan NH4OH sudah terdapat
ion sejenis yaitu OH- sehingga akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang akan
terlarut. Efek ini biasanya dipakai untuk mencuci endapan dalam metode
gravimetri.
4. Pengaruh pH
Kelarutan
endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh pH, hal
ini disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya. Misalnya
endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan
bergabung dengan I- membentuk HI.
5. Pengaruh hidrolisis
Jika garam
dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan konsentrasi
H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami hidrolisis
dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut.
6. Pengaruh ion kompleks
Kelarutan
garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat dengan adanya pembentukan
kompleks antara ligan dengan kation garam tersebut. Sebagai contoh AgCl akan
naik kelarutannya jika ditambahkan larutan NH3, hal ini disebabkan
karena terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar