Minggu, 21 Februari 2016

Praktikum Kimia Analitik : Standarisasi Larutan Standar Sekunder NaOH



BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Kesetimbangan asam basa merupakan suatu topik yang sangat penting dalam kimia dan bidang-bidang lain yang mempergunakan kimia, seperti biologi, kedokteran dan pertanian. Titrasi yang menyangkut asam dan basa sering disebut asidimetri – alkalimetri. Sedangkan untuk titrasi atau pengukuran lain-lain sering juga dipakai akhiran –ometri menggantikan –imetri. Kata metri berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu atau proses atau seni mengukur. Pengertian asidimetri dan alkalimetri secara umum ialah titrasi yang menyangkut asam dan basa.
Pereaksi atau larutan yang selalu dijumpai di laboratorium dimana pembakuannya dapat ditetapkan berdasarkan pada prinsip netralisasi asam – basa (melalui asidi – alkalimetri) diantaranya adalah HCl, H2SO4, NaOH, KOH dan sebagainya. Asam dan basa tersebut memiliki sifat-sifat yang menyebabkan konsentrasi larutannya sukar bahkan tidak mungkin dipastikan langsung dari proses hasil pembuatan atau pengencerannya. Larutan ini disebut larutan standar sekunder yang konsentrasinya ditentukan melalui pembakuan dengan suatu standar primer.
Asidi-alkalimetri berperan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, untuk lebih memahami konsep peniteran asidi – alkalimetri dan mengetahui konsentrasi standar dari zat yang dianalisa maka perlu dilakukan peniteran dengan menggunakan suatu standar primer, misalnya larutan asam oksalat.
Reaksi penetralan dapat digunakan untuk menetapkan kadar atau konsentrasi suatu larutan asam atau basa. Penetapan kadar suatu larutan disebut titrasi asam–basa. Titrasi adalah penambahan larutan standar (larutan yang telah diketahui dengan tepat konsentrasinya) ke dalam larutan lain (analyt) dengan bantuan indikator sampai tercapai titik ekuivalen (kondisi dimana saat analyt tepat bereaksi dengan larutan standar). Titrasi dihentikan tepat pada saat indikator menunjukkan perubahan warna yang disebut titik akhir titrasi.
Dalam titrasi digunakan larutan yang relatif encer, maka untuk menetukan kadar asam cuka perdagangan, cuka harus diencerkan. Jika tidak diencerkan maka akan memerlukan larutan NaOH yang terlalu banyak sehingga tidak praktis dan tidak mempunyai ketelitian yang baik. Volumetri atau tirimetri adalah suatu cara analisis kuantitatif dari reaksi kimia. Pada analisis ini zat yang akan ditentukan kadarnya, direaksikan dengan zat lain yang telah diketahui konsentrasinya, sampai tercapai suatu titik ekuivalen sehingga konsentrasi zat yang kita cari dapat dihitung.
Pada analisis volumetri diperlukan larutan standar. Proses penentuan konsentrasi larutan standar disebut standarisasi / pembakuan. Larutan standar adalah larutan yang diketahui konsentrasinya, yang akan digunakan pada analisis volumetri.
Ada dua  larutan standart yaitu:
1.      Larutan standart primer, yaitu dibuat langsung dengan cara melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu, kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat.
2.      Larutan standart sekunder, yaitu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan cara menstandarisasikan dengan larutan standar primer.
Dalam pelaksanaannya larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke dalam suatu erlenmeyer yang mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai reaksi selesai. Selesainya suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi perubahan warna dari indikator yang ditambahkan. Titik di mana terjadinya perubahan warna indikator ini disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi seharusnya sama dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam prakteknya selalu terjadi sedikit perbedaan yang disebut dengan kesalahan titrasi.




I.2 Tujuan Percobaan
1.2.1 Mengetahui konsentrasi NaOH standar
     1.2.2 Mengetahui kadar CH3COOH perdagangan
1.2.3 Mengetahui volume titran (NaOH) yang digunakan untuk menetralkan CH3COOH
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemeberi rasa asam dan aroma pada makanan. Asam cuka memiliki rumus kimia yaitu CH3COOH, asam asetat murni (asam asetat glacial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C. Larutan CH3COOH dalam air merupakan asam lemah, artinya hanya terdisosiasi menurut reaksi:
CH3COOH    →   H+ + CH3COO-

Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industry yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilenaterftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industry makanan asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton/tahun. 1,5 juta ton/tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industry petrokimia maupun dari sumber hayati.Penentuan kadar cuka pada makanan dapat ditentukan dengan menggunakan metode titrasi netralisasi dengan menggunakan indicator fenolftalein (PP). Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai  “titran” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai  “titer” dan biasanya diletakkan didalam “buret” . Baik titer maupun titran biasanya berupa larutan.Titrasi asam basa merupakan analisis kuantitatif untuk menentukan molaritas larutan asam atau basa. Zat yang akan ditentukan molaritasnya
dititrasi oleh larutan yang molaritasnya diketahui (larutan baku atau larutan standar) dengan tepat dan disertai penambahan indikator. Fungsi indikator di sini untuk mengetahui titik akhir titrasi. Jika indikator yang digunakan tepat, maka indikator tersebut akan berubah warnanya pada titik akhir titrasi.Titrasi asam basa merupakan metode penentuan molaritas asam dengan zat penitrasi larutan basa atau penentuan molaritas larutan basa dengan zat penitrasi larutan asam. Titik akhir titrasi atau “titik ekuivalen” (pada saat indikator berubah warna) diharapkan mendekati titik ekuivalen titrasi, yaitu kondisi pada saat larutan asam tepat bereaksi dengan larutan basa.
Pemilihan indikator yang tepat merupakan syarat utama saat titrasi.Jika indikator yang digunakan berubah warna pada saat titik ekiuvalen,maka titik akhir titrasi akan sama dengan titik ekuivalen. Akan tetapi, jika perubahan warna indikator terletak pada pH di mana zat penitrasi sedikit berlebih, maka titik akhir titrasi berbeda dengan titik ekuivalen.Indikator yang lebih dianjurkan yaitu fenolftalein (PP) karena memberikan perubahan warna yang lebih jelas yaitu warna merah muda dari yang tidak berwarna (trayek pH=8,2-10,0).
Pada saat titik ekuivalen proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut.Dengan menggunakan data volume titrasi, volume dan konsentrasi titer maka dapat menghitung kadar titrasi.  Zat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan penting : asam, basa dan garam. Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai satu-satunya ion positif.
 Sebenarnya ion hidrogen (proton) tak ada dalam larutan air. Setiap proton bergabung dengan satu molekul air dengan cara berkoordinasi dengan sepasang elektron bebas yang terdapat pada oksigen dari air, dan terbentuk ion-ion hidronium :
                                                H+ + H2O → H3O+
Basa, secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai satu-satunya ion negatif. Hidroksida-hidroksida logam yang larut, seperti natrium hidroksida atau kalium hidroksida hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan air yang encer :
Karena itu basa-basa ini adalah basa kuat. Di lain pihak larutan air amonia, merupakan suatu basa lemah. Bila dilarutkan dalam air, amonia membentuk amonium hidroksida, yang berdisosiasi menjadi ion amonium dan ion hidroksida :Namun lebih tepat untuk menulis reaksi itu sebagaiKarena itu, basa kuat merupakan elektrolit kuat, sedang basa lemah merupakan elektrolit lemah. Tetapi tak ada pembagian yang tajam antara golongan-golongan ini, dan sama halnya dengan asam, adalah mungkin untuk menyatakan kekuatan basa secara kuantitatif.
Menurut definisi yang kuno, garam adalah hasil reaksi antara asam dan basa. Proses-proses semacam ini disebut netralisasi. Definisi ini adalah benar, dalam artian, bahwa jika sejumlah asam dan basa murni ekuivalen dicampur, dan larutannya diuapkan, suatu zat kristalin tertinggal, yang tak mempunyai ciri-ciri khas suatu asam maupun basa. Zat-zat ini dinamakan garam oleh ahli-ahli kimia zaman dulu. Jika persamaan reaksi dinyatakan sebagai interaksi molekul-molekul.
Pembentukan garam seakan-akan merupakan hasil dari suatu proses kimia sejati. Tetapi ini sebenarnya tidak tepat. Kita tahu bahwa baik asam (kuat) maupun basa (kuat), serta pula garam hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan.Sedangkan air, yang juga terbentuk dalam proses ini, hampir-hampir tak berdisosiasi sama sekali. Karena itu, lebih tepat untuk menyatakan reaksi netralisasi sebagai penggabungan ion-ion secara kimia Dalam persamaan ini, ion Na+ dan Cl- tampil pada kedua sisi. Karena dengan demikian tak ada terjadi apa-apa dengan ion-ion ini, persamaan ini dapat disederhanakan menjadi
Yang menunjukkan bahwa hakekat suatu reaksi asam-basa (dalam larutan air) adalah pembentukan air. Ini ditunjukkan oleh fakta, bahwa panas netralisasi adalah kurang lebih sama (56,9 KJ) untuk reaksi suatu mol setiap asam kuat dan basa kuat yang sembarang. Garam adalah wujud padat dibangun oleh ion-ion, yang tersusun dalam pola yang teratur dalam kisi kristalnya
Zat-zat amfoter, atau amfolit, mampu melangsungkan reaksi netralisasi baik dengan asam maupun basa (lebih tepatnya, baik dengan ion hidrogen maupun ion hidroksil). Misalnya, aluminium hidroksida bereaksi dengan asam kuat, pada mana ia melarut dan ion aluminium terbentuk Dalam reaksi ini aluminium hidroksida bertindak sebagai basa. Di lain pihak, aluminium hidroksida juga bisa dilarutkan dalam natrium hidroksida Pada mana ion tetrahidroksoaluminat terbentuk. Dalam reaksi ini aluminium hidroksida berperilaku sebagai asam. (G. Shevla, Ph.D, D.Sc, F.R.I.C. 1985)
Bila suatu asam dan suatu basa yang masing-masing dalam kuantitas yang ekuivalen secara kimiawi, dicampur akan dihasilkan suatu reaksi penetralan, yang menghasilkan suatu larutan garam dalam air. Larutan ini akan benar-benar netral jika asam dan basa itu sama kuat ; kalau tidak, akan diperoleh larutan asam lemah atau basa lemah. Konsentrasi suatu larutan asam atau basa yang anu (unknown) dapat ditentukan dengan titrasi dengan larutan yang konsentrasinya diketahui. Teknik semacam itu disebut analisis volumetri. (Kleinfetter. 1987)
Volumetri adalah cara analisis jumlah berdasarkan pengukuran volume larutan pereaksi berkepekatan tertentu yang direaksikan dengan larutan contoh yang sedang ditetapkan kadarnya. Reaksi dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dari buret sedikit demi sedikit, sampai jumlah zat-zat yang direaksikan tepat menjadi akivalen satu sama lain. Pada saat titran yang ditambahkan tampak telah ekivalen, maka penambahan titran harus dihentikan; saat ini dinamakan titik akhir titrasi. Larutan yang ditambahkan dari buret disebut titran, sedangkan larutan yang ditambah titran itu disebut titrat. Dengan jalan ini, volume/berat titran dapat diukur dengan teliti dan bila konsentrasi juga diketahui, maka jumlah mol titran dapat dihitung. Karena jumlah titrat ekivalen dengan jumlah titran, maka jumlah mol titrat dapat diketahui pula berdasar persamaan reaksi dan koefisiennya. Perhatikanlah sekali lagi arti ungkapan ”pereaksi telah ekivalen”, yang berarti: telah tepat banyaknya untuk menghabiskan zat yang direaksikan. Titran dan titrat tepat saling menghabiskan; tidak ada kelebihan yang satu maupun yang lain. Ini tidak selalu berarti, bahwa pereaksi dan zat yang direaksikan telah sama banyak, baik volume maupun jumlah gram atau mol-nya. Hal ini jelas, sebab jumlah yang bereaksi ditentukan oleh persamaan reaksi. (Harjadi. 1987)
Salah satu macam titrasi adalah titrasi asidimetri-alkalimetri, yaitu titrasi yang menyangkut asam dan/atau basa. Bila kita mengukur berapa mL larutan bertitar tertentu yang diperlukan untuk menetralkan larutan basa yang kadar atau titernya belum diketahui, maka pekerjaan itu disebut asidimetri. Peniteran sebaliknya, asam dengan basa yang titernya diketahui disebut alkalimetri. Dalam titrasi ini perubahan terpenting yang mendasari penentuan titik akhir dan cara perhitungan ialah perubahan pH titrat.
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam titrasi ini ialah :
1.      Asam dengan basa (reaksi penetralan); agar kuantitatif, maka asam dan/atau basa yang bersangkutan harus kuat.
2.      Asam dengan garam (reaksi pembentukan asam lemah); agar kuantitatif, asam harus kuat dan garam itu harus terbentuk dari asam lemah sekali.
3.      basa dengan garam; agar kuantitatif, basa harus kuat dan garam harus terbentuk dari basa lemah sekali; jadi berdasar pembentukan basa lemah tersebut. (Harjadi. 1987)
Berikut syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil
1.      Konsentrasi titran harus diketahui. Larutan seperti ini disebut larutan standar.
2.      Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.
3.      Titik stoikhiometri atau ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan perubahan warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering digunakan. Titik pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir.
     Tujuan :  Memilih indikator yang memiliki titik akhir bertepatan dengan titik stoikhiometri.
Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui setepat mungkin. (Hardjono Sastrohamidjojo. 2005) 
Proses titrasi asam – basa sering dipantau dengan penggambaran pH larutan yang dianalisis sebagai fungsi jumlah titran yang ditambahkan. Gambar yang diperoleh tersebut disebut kurva pH, atau kurva titrasi.
Larutan yang dititrasi dalam asidimetri-alkalimetri mengalami perubahan pH. Misalnya bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula rendah dan selama titrasi terus menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur pH (pH-meter) pada awal titrasi, yakni sebelum ditambah basa dan pada waktu-waktu tertentu setelah titrasi dimulai, maka kalau pH dialurkan lawan volume titran, kita peroleh grafik yang disebut kurva titrasi.
Bila suatu indikator pH kita pergunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi, maka :
1.      Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi.
2.      Perubahan warna itu harus terjadi dengan mendadak, agar tidak ada keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan.
Untuk memenuhi pernyataan (1), maka trayek indikator harus mencakup pH larutan pada titik ekivalen, atau sangat mendekatinya; untuk memenuhi pernyataan (2), trayek indikator tersebut harus memotong bagian yang sangat curam dari kurva.
Indikator Asam- Basa
Indikator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Misalnya biru bromtimol (bb); dalam larutan asam ia berwarna kuning, tetapi dalam lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam keadaan asam dinamakan warna asam dari indikator (kuning untuk bb), sedang warna yang ditunjukkan dalam keadaan basa disebut warna basa.
Akan tetapi harus dimengerti, bahwa asam dan basa disini tidak berarti pH kurang atau lebih dari tujuh. Asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih besar dari trayek indikator atau trayek perubahan warna yang bersangkutan.
Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda. (Khopkar. 2003)
 Kebanyakan indikator asam basa adalah molekul kompleks yang bersifat asam lemah dan sering disingkat dengan HIn. Mereka memberikan satu warna berbeda bila proton lepas. (Hardjono Sastrohamidjojo. 2005)
Contoh : Fenolftalein, indikator yang lazim dipakai, tak berwarna dalam bentuk Hin-nya dan berwarna pink dalam bentuk In, atau basa. Struktur Fenolftalein, sering disingkat PP, adalah sebagai berikut :

















BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
III.1 Alat
III.1.1 Botol timbang
Botol yang digunakan untuk menimbang larutan
III.1.2 Pipet ukur 10 ml
Pipet yang digunakan untuk mengambil larutan max 10 ml
III.1.3 Pipet takar 10 ml
Pipet yang digunakan untuk menakar larutan max 10 ml
III.1.4 Buret 50 ml
Tempat larutan penitran
III.1.5 Erlenmeyer
Untuk tempat titrat dalam titrasi
III.1.6 Batang pengaduk
Untuk menghomogenkan larutan
III.1.7 Labu ukur
Untuk pengukur larutan dalam labu
III.1.8 Corong
Untuk memasukan larutan
III.1.9 Gelas piala
Untuk wadah larutan

III.2 Bahan
III.2.1 NaOH
Sebagai larutan standart skunder pada pratikum ini
III.2.2 Asam oksalat
Sebagai larutan pentitar
III.2.3 Aquades
Untuk pembilas peralatan dan pelarut
III.2.4 Indikator phenolptalein,metil merah, dan fenol merah
III.3 Prosedur Kerja
III.3.1 pembuatan larutan standar asam oksalat 0,1 N (cara 1)
III.3.1.1 Timbang dengan teliti menggunakan neraca analitik, kurang lebih 0,630 gram asam oksalat (COOH)2 H2O (pro analisa) dalam botol timbang yang bersih dan kering. Catat hasil penimbanganya 4 desimal.
III.3.1.2 Larutkan dengan sedikit aquades lebih kurang 10 ml secara kuantitatif, panaskan bila perlu dalam penangas air.
III.3.1.3 Setelah larutan dingin, masukan ke dalam labu ukur 100 ml,melalui corong pendek.
III.3.1.4 Bilas botol timbang 2x dengan aquades untuk memastikan semua asam oksalat telah masuk ke dalam labu ukur. Encerkan larutan dalam labu ukur sampai tanda batas.
III.3.2.Kocoklah larutan dengan benar sampai homogen (15x kocokan).
Hitunglah konsentrasi larutan asam oksalat (tentukan sampai 4 desimal).


III.3.2 Pembuatan larutan sorensen dan larutan NaOH 0,1 N
III.3.2.1 Ke dalam 25 ml air suling dalam gelas piala 50 ml, ditambahkan sedikit demi sedikit 25 gram hablur NaOH sambil di aduk, hari-hati campuran menjadi panas. Kalau perlu didinginkan dalam air. Biarkan lebih kurang 2-3 hari
III.3.2.2.Dari larutan sorensen yang di peroleh diatas di ambil yang jernih dengan pipet morh dan karet isap /bulb lebih kurang 1,3 ml dimasukan dalam labu ukur/gelas piala 250 ml.
III.3.2.3 Kemudian encerkan dengan aquades yang sudah dididihkan yang telah dididinginkan terlebih dahulu, kemudian di tera sampai garis. Masukan dalam botol bersumbat plastik
III.3.3 Standarisasi larutan NaOH
III.3.3.1 Siapkan peralatan titrasi, peralatan harus telah di cuci bersih dan kering.
III.3.3.2 Pipet masing-masing 10 ml larutan asam oksalatyang telah dibuat ke dalam 2 buah labu erlenmeyer. Jangan lupa membilas pipet yang akan digunakan dengan larutan asam oksalat. Bilaslah dinding bagian dalam erlenmeyer dengan sedikit aquades. Pilihlah indikator yang paling sesuai menurut anda untuk titrasi ini. Tambahkan beberapa tetes indikator yang anda pilih ke dalam erlenmeyer tersebut.
III.3.3.3.Sementara itu isilah buret dengan larutan NaOH yang akan digunakan tersebut. Perhatikan agar tidak terlihat gelembung udara di dalam buret. Pastikan pula bagian bawah buret terisi penuh dengan larutan.
III.3.3.4 Nol kan volume NaOH dalam buret. Sebelum menolkan, pastikan dinding bagian atas buret yang tidak terisi larutan kering. Gunakan kertas hisap/gulung untuk mengeringkanya.
III.3.3.5 Lakukan titrasi dengan cara yang benar. Goyanglah erlenmeyer dengan arah berlawanan jarum jam.
III.3.3.6 Lakukan titrasi yang kedua untuk labu erlenmeyer yang kedua. Bila perbedaan pembacaan volume titrasi pertama dan kedua lebih besar dari 0,10 ml,ulangi titrasi sekali lagi. Ambilah dua data yang perbedaannya dalam rentang tersebut.
III.3.4 Pembuatan larutan standar asam oksalat 0,1 N (cara 2)
III.3.4.1 Bersihkan erlenmeyer, keringkan
III.3.4.2 Letakkan di atas neraca, nolkan neraca dengan menekan tombol zero. Masukan satu sendok kecil (lebih kurang 0,150 gram) asam oksalat. Catat angka yang ditunjukan neraca. Larutkan dengan 25 ml aquades tambahkan indikator.
III.4 Skema Kerja
Pembuatan larutan standar asam oxalat 0.1 N ( cara 1)
                                   
1. timbang dengan teliti 0.630 gram asam oxalat.

       
 2. Larutkan sedikit kemudian panaskan.
                                                                        
3. Sampel dipipet 10 ml                                 4 . Dimasukkan ke dalam labu ukur
                                                                            100 ml

5. Diencerkan larutan sampai tanda                         6.            Sampel dihomogenkan sebanyak batas skala  15 kali
pembuatan larutan sorensen dan laarutan NaOH 0.1 N

                                   
Ditimbang 25 gram NaOH dengan kaca arloji .
3. Sampel diencerkan dengan                   4 .Dimasukkan ke dalam labu ukur100 ml.ditambahkan 25 ml air suling
        standarisasi NaOH
    
   1. asam oxalat di dalam labu ukur                2.        Dimasukkan sampel ke dalam
     Dipipet 10 ml                                                         erlenmeyer 250 ml
     3. ditambahkan indikator                          4. Sementara itu masukan NaOH kedalam buret                bersih.

       5. nol kan volume NaOH                              6. Lakukan titrasi sampai berubah warna menjadi pink seulas.


Pembuatan larutan standar asam oxalat (cara 2 )





                                                                               
                  1.  keringkan erlenmeyer.              
    





2. timbang asam oxalat 0.150                         3.   larutkan dengan 25 ml
                                                                                Menggunakan Erlenmeyer.       

4. tambahkan indikator.                         5,. Lakukan titrasi dengan NaOH



(MOHON MAAF, GAMBAR TIDAK BISA DIMASUKAN)







BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan
Data
Hasil percobaan
Massa asam oksalat  tertimbang
0,6356 gram
Volume NaOH terpakai untuk titrasi
1.      11,3 ml
2.      10,9 ml
3.      11,2 ml
Konsentrasi asam oksalat sebenarnya
0,10089 N
Konsentrasi NaOH 
0,0892 N
Tabel IV.1
IV.2 Pembahasan
Pada pembuatan larutan asam oksalat dengan normalitas 0,1 N , ditimbang 0,63 gram asam oksalat kemudian dilarutkan dengan aquades menggunakan labu ukur sampai tanda batas dan homogenkan . Setelah itu asam oksalat akan distandarisasi dengan larutan NaOH , Standarisasi dilakukan perorang dalam kelompok .
Standarisasi NaOH dengan asam oksalat , Larutan asam oksalat ditambahkan beberapa tetes indicator, kemudian dititrasi sampai menghasilkan titik akhir berwarna pink seulas.






BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari pecobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1.      Konsentrasi asam oksalat sebenarnya adalah 0,10089 N
2.      Konsentrasi NaOH  0,0892 N
3.      Volume NaOH terpakai untuk titrasi dengan asam oksalat sampai mencapai titik akhir adalah 11,3 ml
V.2 Saran
Agar mendapatkan hasil yang akurat sebaiknya hati-hati dalam titrasi dan menetapkan tercapainya hasil akhir dari titrasi .












Tidak ada komentar:

Posting Komentar