BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kesetimbangan asam basa merupakan suatu topik yang sangat
penting dalam kimia dan bidang-bidang lain yang mempergunakan kimia, seperti
biologi, kedokteran dan pertanian. Titrasi yang menyangkut asam dan basa sering
disebut asidimetri – alkalimetri. Sedangkan untuk titrasi atau pengukuran
lain-lain sering juga dipakai akhiran –ometri menggantikan –imetri. Kata metri
berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu atau proses atau seni mengukur.
Pengertian asidimetri dan alkalimetri secara umum ialah titrasi yang menyangkut
asam dan basa.
Pereaksi atau larutan yang selalu dijumpai di
laboratorium dimana pembakuannya dapat ditetapkan berdasarkan pada prinsip
netralisasi asam – basa (melalui asidi – alkalimetri) diantaranya adalah HCl, H2SO4,
NaOH, KOH dan sebagainya. Asam dan basa tersebut memiliki sifat-sifat yang
menyebabkan konsentrasi larutannya sukar bahkan tidak mungkin dipastikan
langsung dari proses hasil pembuatan atau pengencerannya. Larutan ini disebut
larutan standar sekunder yang konsentrasinya ditentukan melalui pembakuan
dengan suatu standar primer.
Asidi-alkalimetri berperan penting dalam berbagai bidang
kehidupan. Oleh karena itu, untuk lebih memahami konsep peniteran asidi –
alkalimetri dan mengetahui konsentrasi standar dari zat yang dianalisa maka
perlu dilakukan peniteran dengan menggunakan suatu standar primer, misalnya
larutan asam oksalat.
Reaksi penetralan dapat digunakan
untuk menetapkan kadar atau konsentrasi suatu larutan asam atau basa. Penetapan
kadar suatu larutan disebut titrasi asam–basa. Titrasi adalah
penambahan larutan standar (larutan yang telah diketahui dengan tepat
konsentrasinya) ke dalam larutan lain (analyt) dengan bantuan indikator sampai
tercapai titik ekuivalen (kondisi dimana saat analyt tepat bereaksi dengan
larutan standar). Titrasi dihentikan tepat pada saat indikator menunjukkan
perubahan warna yang disebut titik akhir titrasi.
Dalam
titrasi digunakan larutan yang relatif encer, maka untuk menetukan kadar asam
cuka perdagangan, cuka harus diencerkan. Jika tidak diencerkan maka akan
memerlukan larutan NaOH yang terlalu banyak sehingga tidak praktis dan tidak
mempunyai ketelitian yang baik.
Volumetri atau tirimetri adalah suatu cara analisis kuantitatif dari reaksi
kimia. Pada analisis ini zat yang akan ditentukan kadarnya, direaksikan dengan
zat lain yang telah diketahui konsentrasinya, sampai tercapai suatu titik
ekuivalen sehingga konsentrasi zat yang kita cari dapat dihitung.
Pada analisis volumetri diperlukan larutan standar.
Proses penentuan konsentrasi larutan standar disebut standarisasi / pembakuan.
Larutan standar adalah larutan yang diketahui konsentrasinya, yang akan
digunakan pada analisis volumetri.
Ada dua larutan
standart yaitu:
1.
Larutan
standart primer, yaitu dibuat langsung dengan cara melarutkan suatu zat murni
dengan berat tertentu, kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu
secara tepat.
2.
Larutan
standart sekunder, yaitu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan cara
menstandarisasikan dengan larutan standar primer.
Dalam
pelaksanaannya larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke dalam
suatu erlenmeyer yang mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai
reaksi selesai. Selesainya suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi perubahan
warna dari indikator yang ditambahkan. Titik di mana terjadinya perubahan warna
indikator ini disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi
seharusnya sama dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam prakteknya
selalu terjadi sedikit perbedaan yang disebut dengan kesalahan titrasi.
I.2 Tujuan
Percobaan
1.2.1 Mengetahui konsentrasi NaOH standar
1.2.2 Mengetahui kadar CH3COOH perdagangan
1.2.3 Mengetahui
volume titran (NaOH) yang digunakan untuk menetralkan CH3COOH
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Asam
asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang
dikenal sebagai pemeberi rasa asam dan aroma pada makanan. Asam cuka memiliki
rumus kimia yaitu CH3COOH, asam asetat murni (asam
asetat glacial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku
16.7°C. Larutan CH3COOH dalam air merupakan asam
lemah, artinya hanya terdisosiasi menurut reaksi:
CH3COOH → H+ +
CH3COO-
Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku
industry yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti
polietilenaterftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai
macam serat dan kain. Dalam industry makanan asam asetat digunakan sebagai
pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan
sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai
6,5 juta ton/tahun. 1,5 juta ton/tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya
diperoleh dari industry petrokimia maupun dari sumber hayati.Penentuan kadar
cuka pada makanan dapat ditentukan dengan menggunakan metode titrasi
netralisasi dengan menggunakan indicator fenolftalein (PP). Zat yang akan
ditentukan kadarnya disebut sebagai “titran” dan biasanya diletakan di
dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut
sebagai “titer” dan biasanya diletakkan didalam “buret” . Baik titer
maupun titran biasanya berupa larutan.Titrasi asam basa merupakan analisis
kuantitatif untuk menentukan molaritas larutan asam atau basa. Zat yang akan
ditentukan molaritasnya
dititrasi oleh larutan yang molaritasnya diketahui
(larutan baku atau larutan standar) dengan tepat dan disertai penambahan
indikator. Fungsi indikator di sini untuk mengetahui titik akhir titrasi. Jika
indikator yang digunakan tepat, maka indikator tersebut akan berubah warnanya
pada titik akhir titrasi.Titrasi asam basa merupakan metode penentuan molaritas
asam dengan zat penitrasi larutan basa atau penentuan molaritas larutan basa
dengan zat penitrasi larutan asam. Titik akhir titrasi atau “titik ekuivalen”
(pada saat indikator berubah warna) diharapkan mendekati titik ekuivalen
titrasi, yaitu kondisi pada saat larutan asam tepat bereaksi dengan larutan
basa.
Pemilihan indikator yang tepat merupakan syarat utama
saat titrasi.Jika indikator yang digunakan berubah warna
pada saat titik ekiuvalen,maka titik akhir titrasi akan sama dengan titik
ekuivalen. Akan tetapi, jika perubahan warna indikator terletak pada pH di mana
zat penitrasi sedikit berlebih, maka titik akhir titrasi berbeda dengan titik
ekuivalen.Indikator yang lebih dianjurkan yaitu fenolftalein (PP) karena
memberikan perubahan warna yang lebih jelas yaitu warna merah muda dari yang
tidak berwarna (trayek pH=8,2-10,0).
Pada saat titik ekuivalen proses titrasi dihentikan, kemudian
kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan
tersebut.Dengan menggunakan data volume titrasi, volume dan konsentrasi titer
maka dapat menghitung kadar titrasi. Zat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam
tiga golongan penting : asam, basa dan garam. Asam secara paling sederhana
didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi
dengan pembentukan ion hidrogen sebagai satu-satunya ion positif.
Sebenarnya ion hidrogen (proton) tak ada dalam
larutan air. Setiap proton bergabung dengan satu molekul air dengan cara
berkoordinasi dengan sepasang elektron bebas yang terdapat pada oksigen dari
air, dan terbentuk ion-ion hidronium :
H+ + H2O →
H3O+
Basa, secara paling sederhana dapat
didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi
dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai satu-satunya ion negatif.
Hidroksida-hidroksida logam yang larut, seperti natrium hidroksida atau kalium
hidroksida hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan air yang encer :
Karena itu basa-basa ini adalah basa kuat.
Di lain pihak larutan air amonia, merupakan suatu basa lemah. Bila dilarutkan
dalam air, amonia membentuk amonium hidroksida, yang berdisosiasi menjadi ion
amonium dan ion hidroksida :Namun lebih tepat untuk menulis reaksi itu
sebagaiKarena itu, basa kuat merupakan elektrolit kuat, sedang basa lemah
merupakan elektrolit lemah. Tetapi tak ada pembagian yang tajam antara
golongan-golongan ini, dan sama halnya dengan asam, adalah mungkin untuk
menyatakan kekuatan basa secara kuantitatif.
Menurut definisi yang kuno, garam adalah
hasil reaksi antara asam dan basa. Proses-proses semacam ini disebut
netralisasi. Definisi ini adalah benar, dalam artian, bahwa jika sejumlah asam
dan basa murni ekuivalen dicampur, dan larutannya diuapkan, suatu zat kristalin
tertinggal, yang tak mempunyai ciri-ciri khas suatu asam maupun basa. Zat-zat
ini dinamakan garam oleh ahli-ahli kimia zaman dulu. Jika persamaan reaksi
dinyatakan sebagai interaksi molekul-molekul.
Pembentukan garam seakan-akan merupakan
hasil dari suatu proses kimia sejati. Tetapi ini sebenarnya tidak tepat. Kita
tahu bahwa baik asam (kuat) maupun basa (kuat), serta pula garam hampir
sempurna berdisosiasi dalam larutan.Sedangkan air, yang juga terbentuk dalam
proses ini, hampir-hampir tak berdisosiasi sama sekali. Karena itu, lebih tepat
untuk menyatakan reaksi netralisasi sebagai penggabungan ion-ion secara kimia
Dalam persamaan ini, ion Na+ dan
Cl- tampil pada kedua
sisi. Karena dengan demikian tak ada terjadi apa-apa dengan ion-ion ini,
persamaan ini dapat disederhanakan menjadi
Yang menunjukkan bahwa hakekat suatu reaksi
asam-basa (dalam larutan air) adalah pembentukan air. Ini ditunjukkan oleh
fakta, bahwa panas netralisasi adalah kurang lebih sama (56,9 KJ) untuk reaksi
suatu mol setiap asam kuat dan basa kuat yang sembarang. Garam adalah wujud
padat dibangun oleh ion-ion, yang tersusun dalam pola yang teratur dalam kisi
kristalnya
Zat-zat amfoter, atau amfolit, mampu
melangsungkan reaksi netralisasi baik dengan asam maupun basa (lebih tepatnya,
baik dengan ion hidrogen maupun ion hidroksil). Misalnya, aluminium hidroksida
bereaksi dengan asam kuat, pada mana ia melarut dan ion aluminium terbentuk
Dalam reaksi ini aluminium hidroksida bertindak sebagai basa. Di lain pihak,
aluminium hidroksida juga bisa dilarutkan dalam natrium hidroksida Pada mana
ion tetrahidroksoaluminat terbentuk. Dalam reaksi ini aluminium hidroksida
berperilaku sebagai asam. (G. Shevla, Ph.D, D.Sc, F.R.I.C. 1985)
Bila suatu asam dan suatu basa yang
masing-masing dalam kuantitas yang ekuivalen secara kimiawi, dicampur akan
dihasilkan suatu reaksi penetralan, yang menghasilkan suatu larutan garam dalam
air. Larutan ini akan benar-benar netral jika asam dan basa itu sama kuat ;
kalau tidak, akan diperoleh larutan asam lemah atau basa lemah. Konsentrasi
suatu larutan asam atau basa yang anu (unknown) dapat ditentukan dengan titrasi
dengan larutan yang konsentrasinya diketahui. Teknik semacam itu disebut
analisis volumetri. (Kleinfetter. 1987)
Volumetri adalah cara analisis jumlah
berdasarkan pengukuran volume larutan pereaksi berkepekatan tertentu yang
direaksikan dengan larutan contoh yang sedang ditetapkan kadarnya. Reaksi
dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dari buret sedikit
demi sedikit, sampai jumlah zat-zat yang direaksikan tepat menjadi akivalen
satu sama lain. Pada saat titran yang ditambahkan tampak telah ekivalen, maka
penambahan titran harus dihentikan; saat ini dinamakan titik akhir titrasi.
Larutan yang ditambahkan dari buret disebut titran, sedangkan larutan yang
ditambah titran itu disebut titrat. Dengan jalan ini, volume/berat titran dapat
diukur dengan teliti dan bila konsentrasi juga diketahui, maka jumlah mol
titran dapat dihitung. Karena jumlah titrat ekivalen dengan jumlah titran, maka
jumlah mol titrat dapat diketahui pula berdasar persamaan reaksi dan
koefisiennya. Perhatikanlah sekali lagi arti ungkapan ”pereaksi telah
ekivalen”, yang berarti: telah tepat banyaknya untuk menghabiskan zat yang
direaksikan. Titran dan titrat tepat saling menghabiskan; tidak ada kelebihan
yang satu maupun yang lain. Ini tidak selalu berarti, bahwa pereaksi dan zat
yang direaksikan telah sama banyak, baik volume maupun jumlah gram atau
mol-nya. Hal ini jelas, sebab jumlah yang bereaksi ditentukan oleh persamaan
reaksi. (Harjadi. 1987)
Salah satu macam titrasi adalah titrasi
asidimetri-alkalimetri, yaitu titrasi yang menyangkut asam dan/atau basa. Bila
kita mengukur berapa mL larutan bertitar tertentu yang diperlukan untuk
menetralkan larutan basa yang kadar atau titernya belum diketahui, maka
pekerjaan itu disebut asidimetri. Peniteran sebaliknya, asam dengan basa yang
titernya diketahui disebut alkalimetri. Dalam titrasi ini perubahan terpenting
yang mendasari penentuan titik akhir dan cara perhitungan ialah perubahan pH
titrat.
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam titrasi
ini ialah :
1.
Asam dengan basa (reaksi penetralan); agar kuantitatif,
maka asam dan/atau basa yang bersangkutan harus kuat.
2.
Asam dengan garam (reaksi pembentukan asam lemah); agar
kuantitatif, asam harus kuat dan garam itu harus terbentuk dari asam lemah
sekali.
3.
basa dengan garam; agar kuantitatif, basa harus kuat dan
garam harus terbentuk dari basa lemah sekali; jadi berdasar pembentukan basa
lemah tersebut. (Harjadi. 1987)
Berikut syarat-syarat yang diperlukan agar
titrasi yang dilakukan berhasil
1.
Konsentrasi titran harus diketahui. Larutan seperti ini
disebut larutan standar.
2.
Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang
dianalisis harus diketahui.
3.
Titik stoikhiometri atau ekivalen harus diketahui.
Indikator yang memberikan perubahan warna, atau sangat dekat pada titik
ekivalen yang sering digunakan. Titik pada saat indikator berubah warna disebut
titik akhir.
Tujuan : Memilih indikator yang memiliki titik akhir
bertepatan dengan titik stoikhiometri.
Volume titran yang dibutuhkan untuk
mencapai titik ekivalen harus diketahui setepat mungkin. (Hardjono
Sastrohamidjojo. 2005)
Proses titrasi asam – basa sering dipantau
dengan penggambaran pH larutan yang dianalisis sebagai fungsi jumlah titran
yang ditambahkan. Gambar yang diperoleh tersebut disebut kurva pH, atau kurva
titrasi.
Larutan yang dititrasi dalam
asidimetri-alkalimetri mengalami perubahan pH. Misalnya bila larutan asam
dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula rendah dan selama titrasi
terus menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur pH (pH-meter) pada awal
titrasi, yakni sebelum ditambah basa dan pada waktu-waktu tertentu setelah
titrasi dimulai, maka kalau pH dialurkan lawan volume titran, kita peroleh
grafik yang disebut kurva titrasi.
Bila suatu indikator pH kita pergunakan
untuk menunjukkan titik akhir titrasi, maka :
1.
Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran
menjadi ekivalen dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi.
2.
Perubahan warna itu harus terjadi dengan mendadak, agar
tidak ada keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan.
Untuk memenuhi pernyataan (1), maka trayek
indikator harus mencakup pH larutan pada titik ekivalen, atau sangat
mendekatinya; untuk memenuhi pernyataan (2), trayek indikator tersebut harus
memotong bagian yang sangat curam dari kurva.
Indikator Asam- Basa
Indikator asam basa ialah zat yang dapat
berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Misalnya biru bromtimol (bb);
dalam larutan asam ia berwarna kuning, tetapi dalam lingkungan basa warnanya
biru. Warna dalam keadaan asam dinamakan warna asam dari indikator (kuning
untuk bb), sedang warna yang ditunjukkan dalam keadaan basa disebut warna basa.
Akan tetapi harus dimengerti, bahwa asam
dan basa disini tidak berarti pH kurang atau lebih dari tujuh. Asam berarti pH
lebih rendah dan basa berarti pH lebih besar dari trayek indikator atau trayek
perubahan warna yang bersangkutan.
Perubahan warna disebabkan oleh resonansi
isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan
akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda. (Khopkar. 2003)
Kebanyakan indikator asam basa adalah
molekul kompleks yang bersifat asam lemah dan sering disingkat dengan HIn.
Mereka memberikan satu warna berbeda bila proton lepas. (Hardjono
Sastrohamidjojo. 2005)
Contoh : Fenolftalein, indikator yang lazim
dipakai, tak berwarna dalam bentuk Hin-nya dan berwarna pink dalam bentuk In,
atau basa. Struktur Fenolftalein, sering disingkat PP, adalah sebagai berikut :
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
III.1 Alat
III.1.1
Botol timbang
Botol
yang digunakan untuk menimbang larutan
III.1.2
Pipet ukur 10 ml
Pipet
yang digunakan untuk mengambil larutan max 10 ml
III.1.3
Pipet takar 10 ml
Pipet
yang digunakan untuk menakar larutan max 10 ml
III.1.4
Buret 50 ml
Tempat
larutan penitran
III.1.5
Erlenmeyer
Untuk
tempat titrat dalam titrasi
III.1.6
Batang pengaduk
Untuk
menghomogenkan larutan
III.1.7
Labu ukur
Untuk
pengukur larutan dalam labu
III.1.8
Corong
Untuk
memasukan larutan
III.1.9
Gelas piala
Untuk
wadah larutan
III.2 Bahan
III.2.1
NaOH
Sebagai
larutan standart skunder pada pratikum ini
III.2.2
Asam oksalat
Sebagai
larutan pentitar
III.2.3
Aquades
Untuk
pembilas peralatan dan pelarut
III.2.4
Indikator phenolptalein,metil merah, dan fenol merah
III.3 Prosedur Kerja
III.3.1
pembuatan larutan standar asam oksalat 0,1 N (cara 1)
III.3.1.1 Timbang
dengan teliti menggunakan neraca analitik, kurang lebih 0,630 gram asam oksalat
(COOH)2 H2O (pro analisa) dalam botol timbang yang bersih
dan kering. Catat hasil penimbanganya 4 desimal.
III.3.1.2 Larutkan
dengan sedikit aquades lebih kurang 10 ml secara kuantitatif, panaskan bila
perlu dalam penangas air.
III.3.1.3 Setelah
larutan dingin, masukan ke dalam labu ukur 100 ml,melalui corong pendek.
III.3.1.4 Bilas
botol timbang 2x dengan aquades untuk memastikan semua asam oksalat telah masuk
ke dalam labu ukur. Encerkan larutan dalam labu ukur sampai tanda batas.
III.3.2.Kocoklah larutan dengan
benar sampai homogen (15x kocokan).
Hitunglah
konsentrasi larutan asam oksalat (tentukan sampai 4 desimal).
III.3.2
Pembuatan larutan sorensen dan larutan NaOH 0,1 N
III.3.2.1 Ke
dalam 25 ml air suling dalam gelas piala 50 ml, ditambahkan sedikit demi
sedikit 25 gram hablur NaOH sambil di aduk, hari-hati campuran menjadi panas.
Kalau perlu didinginkan dalam air. Biarkan lebih kurang 2-3 hari
III.3.2.2.Dari larutan sorensen yang di
peroleh diatas di ambil yang jernih dengan pipet morh dan karet isap /bulb
lebih kurang 1,3 ml dimasukan dalam labu ukur/gelas piala 250 ml.
III.3.2.3 Kemudian
encerkan dengan aquades yang sudah dididihkan yang telah dididinginkan terlebih
dahulu, kemudian di tera sampai garis. Masukan dalam botol bersumbat plastik
III.3.3
Standarisasi larutan NaOH
III.3.3.1 Siapkan peralatan
titrasi, peralatan harus telah di cuci bersih dan kering.
III.3.3.2 Pipet
masing-masing 10 ml larutan asam oksalatyang telah dibuat ke dalam 2 buah labu
erlenmeyer. Jangan lupa membilas pipet yang akan digunakan dengan larutan asam
oksalat. Bilaslah dinding bagian dalam erlenmeyer dengan sedikit aquades.
Pilihlah indikator yang paling sesuai menurut anda untuk titrasi ini. Tambahkan
beberapa tetes indikator yang anda pilih ke dalam erlenmeyer tersebut.
III.3.3.3.Sementara
itu isilah buret dengan larutan NaOH yang akan digunakan tersebut. Perhatikan
agar tidak terlihat gelembung udara di dalam buret. Pastikan pula bagian bawah
buret terisi penuh dengan larutan.
III.3.3.4 Nol
kan volume NaOH dalam buret. Sebelum menolkan, pastikan dinding bagian atas
buret yang tidak terisi larutan kering. Gunakan kertas hisap/gulung untuk
mengeringkanya.
III.3.3.5 Lakukan
titrasi dengan cara yang benar. Goyanglah erlenmeyer dengan arah berlawanan
jarum jam.
III.3.3.6 Lakukan
titrasi yang kedua untuk labu erlenmeyer yang kedua. Bila perbedaan pembacaan
volume titrasi pertama dan kedua lebih besar dari 0,10 ml,ulangi titrasi sekali
lagi. Ambilah dua data yang perbedaannya dalam rentang tersebut.
III.3.4
Pembuatan larutan standar asam oksalat 0,1 N (cara 2)
III.3.4.1 Bersihkan erlenmeyer,
keringkan
III.3.4.2 Letakkan
di atas neraca, nolkan neraca dengan menekan tombol zero. Masukan satu sendok
kecil (lebih kurang 0,150 gram) asam oksalat. Catat angka yang ditunjukan
neraca. Larutkan dengan 25 ml aquades tambahkan indikator.
III.4
Skema Kerja
Pembuatan larutan standar asam oxalat 0.1 N ( cara
1)
1. timbang dengan teliti 0.630 gram asam oxalat.
2. Larutkan
sedikit kemudian panaskan.
3. Sampel dipipet 10
ml 4
. Dimasukkan ke dalam labu ukur
100
ml
5. Diencerkan larutan sampai tanda 6. Sampel dihomogenkan sebanyak batas
skala 15 kali
pembuatan larutan sorensen dan laarutan NaOH 0.1 N
Ditimbang 25 gram NaOH dengan kaca arloji .
3. Sampel diencerkan
dengan 4 .Dimasukkan ke
dalam labu ukur100 ml.ditambahkan 25 ml air suling
standarisasi
NaOH
1. asam oxalat di dalam labu
ukur 2. Dimasukkan
sampel ke dalam
Dipipet 10 ml erlenmeyer 250 ml
3. ditambahkan
indikator 4.
Sementara itu masukan NaOH kedalam buret bersih.
5. nol kan volume NaOH 6. Lakukan titrasi sampai berubah warna
menjadi pink seulas.
Pembuatan larutan standar asam oxalat (cara 2 )
1. keringkan erlenmeyer.
2. timbang asam
oxalat 0.150
3. larutkan dengan 25 ml
Menggunakan Erlenmeyer.
4. tambahkan
indikator. 5,. Lakukan titrasi dengan NaOH
(MOHON MAAF, GAMBAR TIDAK BISA DIMASUKAN)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Percobaan
Data
|
Hasil percobaan
|
Massa asam oksalat tertimbang
|
0,6356 gram
|
Volume NaOH terpakai untuk titrasi
|
1.
11,3 ml
2.
10,9 ml
3.
11,2 ml
|
Konsentrasi asam oksalat sebenarnya
|
0,10089 N
|
Konsentrasi NaOH
|
0,0892 N
|
Tabel IV.1
IV.2 Pembahasan
Pada
pembuatan larutan asam oksalat dengan normalitas 0,1 N , ditimbang 0,63 gram
asam oksalat kemudian dilarutkan dengan aquades menggunakan labu ukur sampai
tanda batas dan homogenkan . Setelah itu asam oksalat akan distandarisasi
dengan larutan NaOH , Standarisasi dilakukan perorang dalam kelompok .
Standarisasi
NaOH dengan asam oksalat , Larutan asam oksalat ditambahkan beberapa tetes
indicator, kemudian dititrasi sampai menghasilkan titik akhir berwarna pink
seulas.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari
pecobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Konsentrasi
asam oksalat sebenarnya adalah 0,10089 N
2. Konsentrasi
NaOH 0,0892 N
3. Volume
NaOH terpakai untuk titrasi dengan asam oksalat sampai mencapai titik akhir
adalah 11,3 ml
V.2
Saran
Agar
mendapatkan hasil yang akurat sebaiknya hati-hati dalam titrasi dan menetapkan
tercapainya hasil akhir dari titrasi .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar