Gas adalah suatu fase benda
dalam ikatan molekul, bisa berbentuk cairan, benda
padat, ikatan molekul akan terlepas pada suhu titik uap benda. Gas mempunyai
kemampuan untuk mengalir dan dapat berubah bentuk. Namun berbeda dari cairan
yang mengisi pada besaran volume tertentu, gas selalu mengisi suatu volume
ruang, mereka mengembang dan mengisi ruang di manapun mereka berada. Tenaga
gerak/energi kinetis dalam suatu gas adalah bentuk zat terhebat kedua
(setelah plasma). Karena penambahan energi kinetis ini,
atom-atom gas dan molekul
sering memantul antara satu sama lain, apalagi jika energi kinetis ini semakin
bertambah.
Gas
ideal dan gas nyata
a. Persamaan keadaan van der
Waals
Gas yang mengikuti hukum Boyle dan hukum Charles, yakni hukum
gas ideal (persamaan (6.5)), disebut gas ideal. Namun, didapatkan, bahwa
gas yang kita jumpai, yakni gas nyata, tidak secara ketat mengikuti hukum gas
ideal. Semakin rendah tekanan gas pada temperatur tetap, semakin kecil
deviasinya dari perilaku ideal. Semakin tinggi tekanan gas, atau dengan dengan
kata lain, semakin kecil jarak intermolekulnya, semakin besar deviasinya.
Paling tidak ada dua alasan yang menjelaskan hal ini.
Peratama, definisi temperatur absolut didasarkan asumsi bahwa volume gas real
sangat kecil sehingga bisa diabaikan. Molekul gas pasti memiliki volume nyata
walaupun mungkin sangat kecil. Selain itu, ketika jarak antarmolekul semakin
kecil, beberapa jenis interaksi antarmolekul akan muncul.
Fisikawan Belanda Johannes Diderik van der Waals (1837-1923)
mengusulkan persamaan keadaan gas nyata, yang dinyatakan sebagai persamaan
keadaan van der Waals atau persamaan van der Waals. Ia memodifikasi
persamaan gas ideal (persamaaan 6.5) dengan cara sebagai berikut: dengan
menambahkan koreksi pada P untuk mengkompensasi interaksi antarmolekul;
mengurango dari suku V yang menjelaskan volume real molekul gas. Sehingga
didapat:
[P + (n2a/V2)]
(V – nb) = nRT (6.12)
a dan b adalah nilai yang ditentukan secara eksperimen untuk
setiap gas dan disebut dengan tetapan van der Waals (Tabel 6.1). Semakin
kecil nilai a dan b menunjukkan bahwa perilaku gas semakin mendekati perilaku
gas ideal. Besarnya nilai tetapan ini juga berhbungan denagn kemudahan gas
tersebut dicairkan.
Tabel 6.1 Nilai tetapan gas yang umum kita jumpai
sehari-hari.
gas
|
a
(atm dm6 mol-2) |
b
(atm dm6 mol-2) |
He
|
0,0341
|
0,0237
|
Ne
|
0,2107
|
0,0171
|
H2
|
0,244
|
0,0266
|
NH3
|
4,17
|
0,0371
|
N2
|
1,39
|
0,0391
|
C2H
|
4,47
|
0,0571
|
CO2
|
3,59
|
0,0427
|
H2O
|
5,46
|
0,0305
|
CO
|
1,49
|
0,0399
|
Hg
|
8,09
|
0,0170
|
O2
|
1,36
|
0,0318
|
Latihan 6.4 Gas ideal dan gas nyata
Suatu sampel 10,0 mol karbon dioksida dimasukkan dalam wadah
20 dm3 dan diuapkan pada temperatur 47 °C. Hitung tekanan karbon
dioksida (a) sebagai gas ideal dan (b) sebagai gas nyata. Nilai hasil percobaan
adalah 82 atm. Bandingkan dengan nilai yang Anda dapat.
Jawab: Tekanan menurut anggapan gas ideal dan gas nyata
adalah sbb:
P = nRT/V = [10,0 (mol) 0,082(dm3 atm mol-1
K-1) 320(K)]/(2,0 dm3) = 131 atm
Nilai yang didapatkan dengan menggunakan persamaan 6.11 adalah
82 atm yang identik dengan hasil percobaan.
Hasil ini nampaknya menunjukkan bahwa gas polar semacam
karbon dioksida tidak akan berperilaku ideal pada tekanan tinggi.
b. Temperatur dan tekanan
kritis
Karena uap air mudah mengembun menjadi air, telah lama
diharapkan bahwa semua gas dapat dicairkan bila didinginkan dan tekanan
diberikan. Namun, ternyata bahwa ada gas yang tidak dapat dicairkan berapa
besar tekanan diberikan bila gas berada di atas temperatur tertentu yang
disebut temperatur kritis. Tekanan yang diperlukan untuk mencairkan gas
pada temperatur kritis disebut dengan tekanan kritis, dan wujud materi
pada temperatur dan tekanan kritis disebut dengan keadaan kritis.
Temperatur kritis ditentukan oleh atraksi intermolekul antar
molekul-molekul gas. Akibatnya temperatur kritis gas nonpolar biasanya rendah.
Di atas nilai temperatur kritis, energi kinetik molekul gas jauh lebih besar
dari atraksi intermolekular dan dengan demikian pencairan dapat terjadi.
Tabel 6.2 Temperatur dan tekanan kritis beberapa gas yang
umum dijumpai.
Gas
|
Temperatur
kritis (K) |
Tekanan
kritis (K) |
Gas
|
Temperatur
kritis (K) |
Tekanan kritis (atm)
|
H2O
|
647,2
|
217,7
|
N2
|
126,1
|
33,5
|
HCl
|
224,4
|
81,6
|
NH3
|
405,6
|
111,5
|
O2
|
153,4
|
49,7
|
H2
|
33,3
|
12,8
|
Cl2
|
417
|
76,1
|
He
|
5,3
|
2,26
|
c. Pencairan gas
Di antara nilai-nilai koreksi tekanan dalam tetapan van der
Waals, H2O, amonia dan karbon dioksida memiliki nilai yang sangat
besar, sementara oksigen dan nitrogen dan gas lain memiliki nilai pertengahan.
Nilai untuk helium sangat rendah.
Telah dikenali bahwa pencairan nitrogen dan oksigen sangat
sukar. Di abad 19, ditemukan bahwa gas-gas yang baru ditemukan semacam amonia
dicairkan dengan cukup mudah. Penemuan ini merangsang orang untuk berusaha
mencairkan gas lain. Pencairan oksigen atau nitrogen dengan pendinginan pada
tekanan tidak berhasil dilakukan. Gas semacam ini dianggap sebagai “gas
permanen” yang tidak pernah dapat dicairkan.
Baru kemudian ditemukan adanya tekanan dan temperatur kritis.
Hal ini berarti bahwa seharusnya tidak ada gas permanen. Beberapa gas mudah
dicairkan sementara yang lain tidak. Dalam proses pencairan gas dalam skala
industro, digunakan efek Joule-Thomson. Bila suatu gas dimasukkan dalam
wadah yang terisolasi dengan cepat diberi tekan dengan menekan piston, energi
kinetik piston yang bergerak akan meningkatkan energi kinetik molekul gas,
menaikkan temperaturnya (karena prosesnya adiabatik, tidak ada energi kinetik
yang dipindahkan ke dinding, dsb). Proses ini disebut dengan kompresi
adiabatik. Bila gas kemudian dikembangkan dengan cepat melalui lubang
kecil, temperatur gas akan menurun. Proses ini adalah pengembangan adiabatik.
Dimungkinkan untuk mendinginkan gas dengan secara bergantian melakukan
pengembangan dan penekanan adiabatik cepat sampai pencairan.
Dalam laboratorium, es, atau campuran es dan garam, campuran
es kring (padatan CO2) dan aseton biasa digunakan sebagai pendingin.
Bila temperatur yang lebih rendah diinginkan, nitrogen cair lebih cocok karena
lebih stabil dan relatif murah.
Gas ideal
dan gas nyata. Mungkin sering terdengar antara gas ideal dan gas nyata. Gas
ideal adalah gas yang mematuhi persamaan gas umum dari PV = nRT dan hukum gas
lainnya di semua suhu dan tekanan. Gas nyata tidak mematuhi persamaan gas umum
dan hukum gas lainnya di semua kondisi suhu dan tekanan.
Pengaruh tekanan
Semua gas yang diketahui ada sebagai gas nyata dan menunjukkan perilaku yang ideal hanya sampai batas tertentu dalam kondisi tertentu. Ketika PV = nRT untuk gas ideal maka rasio
Untuk gas nyata Z mungkin kurang lebih dari satu. Jika Z kurang dari 1 maka gas kurang kompresibel dan itu disebut penyimpangan positif. Hal ini diamati ada sedikit penyimpangan pada tekanan rendah. Pada tekanan tinggi penyimpangan tergantung pada sifat gas.
Sebuah plot terhadap P untuk beberapa gas yang umum ditunjukkan pada gambar.
Pengaruh tekanan
Semua gas yang diketahui ada sebagai gas nyata dan menunjukkan perilaku yang ideal hanya sampai batas tertentu dalam kondisi tertentu. Ketika PV = nRT untuk gas ideal maka rasio
Untuk gas nyata Z mungkin kurang lebih dari satu. Jika Z kurang dari 1 maka gas kurang kompresibel dan itu disebut penyimpangan positif. Hal ini diamati ada sedikit penyimpangan pada tekanan rendah. Pada tekanan tinggi penyimpangan tergantung pada sifat gas.
Sebuah plot terhadap P untuk beberapa gas yang umum ditunjukkan pada gambar.
Untuk H 2 dan helium, 'Z' lebih besar dari satu sedangkan untuk N2, CH4 dan CO2 'Z' lebih kecil dari satu. Ini berarti bahwa gas-gas yang kompresibel lebih pada tekanan rendah dan kurang kompresibel pada tekanan tinggi dari yang diharapkan dari perilaku ideal.
Pengaruh temperatur
Pengaruh suhu pada perilaku gas nyata dipelajari dengan memetakan nilai 'PV' terhadap temperatur. Hal ini diamati bahwa penyimpangan dari perilaku kurang ideal dengan peningkatan suhu.
Dengan demikian, gas nyata menunjukkan perilaku yang ideal pada tekanan rendah dan suhu tinggi.
Penyebab penyimpangan
Untuk mengetahui penyebab penyimpangan dari idealitas, Van der Waal menunjukkan asumsi kesalahan yang dibuat dalam merumuskan model kinetik molekular gas.
Volume yang ditempati oleh massa molekul diabaikan dibandingkan dengan total volume gas adalah tidak valid. Meskipun volume ini 0,1% dari total volume gas, volume molekul gas tetap sama dibandingkan dengan penurunan volume total gas. Penurunan volume terjadi dengan penurunan suhu dan peningkatan tekanan, tetapi volume molekul tidak dapat diabaikan.
Kekuatan tarik antara molekul gas dianggap diabaikan. Asumsi ini hanya berlaku pada tekanan rendah dan suhu tinggi karena dalam kondisi molekul berjauhan. Tetapi pada tekanan tinggi dan suhu rendah volume gas kecil dan sehingga kekuatan menarik meskipun sangat kecil.
Oleh karena itu, Van der Waal yang dimasukkan gagasan volume molekul terbatas dan gaya antar memodifikasi Persamaan Gas Ideal sebagai berikut:
Volume koreksi dibuat menyatakan bahwa volume bebas dari gas sebenarnya kurang dari volume yang diamati. Istilah koreksi, 'b' adalah sebuah konstanta tergantung pada sifat gas. Untuk 'n' gas, istilah koreksi 'nb' dan sehingga volume dikoreksi diberikan oleh,
V c o r r e t e c d = (V-nb) untuk mol 'n'.
Koreksi ada karena gaya antarmolekul berda dalam pengaruh tekanan. Sebuah molekul mengalami tarik menarik. Persamaan tekanan koreksi
Mengganti nilai-nilai untuk tekanan dan volume, persamaan gas ideal sekarang dapat ditulis sebagai:
Persamaan ini adalah persamaan Van der Waal. Di sini konstanta 'a' menyatakan gaya tarik antar molekul gas, dan 'b' menyatakan volume atau ukuran molekul gas.
Dapat disimpulkan perbedaan antara gas ideal dan nyata sebagai berikut:
Hukum gas ideal
Gas merupakan
satu dari tiga wujud zat dan walaupu
n wujud ini
merupakan bagian tak terpisahkan dari studi kimia, bab ini terutama hanya akan
membahasa hubungan antara volume, temperatur dan tekanan baik dalam gas ideal
maupun dalam gas nyata, dan teori kinetik molekular gas, dan tidak secara
langsung kimia. Bahasan utamanya terutama tentang perubahan fisika, dan reaksi
kimianya tidak didisuksikan. Namun, sifat fisik gas bergantung pada struktur
molekul gasnya dan sifat kimia gas juga bergantung pada strukturnya. Perilaku
gas yang ada sebagai molekul tunggal adalah contoh yang baik kebergantungan
sifat makroskopik pada struktur mikroskopik.
a. Sifat gas
Sifat-sifat
gas dapat dirangkumkan sebagai berikut.
- Gas bersifat transparan.
- Gas terdistribusi merata dalam ruang apapun bentuk ruangnya.
- Gas dalam ruang akan memberikan tekanan ke dinding.
- Volume sejumlah gas sama dengan volume wadahnya. Bila gas tidak diwadahi, volume gas akan menjadi tak hingga besarnya, dan tekanannya akan menjadi tak hingga kecilnya.
- Gas berdifusi ke segala arah tidak peduli ada atau tidak tekanan luar.
- Bila dua atau lebih gas bercampur, gas-gas itu akan terdistribusi merata.
- Gas dapat ditekan dengan tekanan luar. Bila tekanan luar dikurangi, gas akan mengembang.
- Bila dipanaskan gas akan mengembang, bila didinginkan akan mengkerut.
Dari
berbagai sifat di atas, yang paling penting adalah tekanan gas. Misalkan suatu
cairan memenuhi wadah. Bila cairan didinginkan dan volumenya berkurang, cairan
itu tidak akan memenuhi wadah lagi. Namun, gas selalu akan memenuhi ruang tidak
peduli berapapun suhunya. Yang akan berubah adalah tekanannya.
Alat yang
digunakan untuk mengukur tekanan gas adalah manometer. Prototipe alat
pengukur tekanan atmosfer, barometer, diciptakan oleh Torricelli.
Tekanan
didefinisikan gaya per satuan luas, jadi tekanan = gaya/luas.
Dalam SI,
satuan gaya adalah Newton (N), satuan luas m2, dan satuan tekanan
adalah Pascal (Pa). 1 atm kira-kira sama dengan tekanan 1013 hPa.
1 atm =
1,01325 x 105 Pa = 1013,25 hPa
Namun, dalam
satuan non-SI unit, Torr, kira-kira 1/760 dari 1 atm, sering digunakan untuk
mengukur perubahan tekanan dalam reaksi kimia.
b. Volume dan tekanan
Fakta bahwa
volume gas berubah bila tekanannya berubah telah diamati sejak abad 17 oleh
Torricelli dan filsuf /saintis Perancis Blase Pascal (1623-1662). Boyle
mengamati bahwa dengan mengenakan tekanan dengan sejumlah volume tertentu
merkuri, volume gas, yang terjebak dalam tabung delas yang tertutup di salah
satu ujungnya, akan berkurang. Dalam percobaan ini, volume gas diukur pada
tekanan lebih besar dari 1 atm.
Boyle
membuat pompa vakum menggunakan teknik tercangih yang ada waktu itu, dan ia
mengamati bahwa gas pada tekanan di bawah 1 atm akan mengembang. Setelah ia
melakukan banyak percobaan, Boyle mengusulkan persamaan (6.1) untuk
menggambarkan hubungan antara volume V dan tekanan P gas. Hubungan ini disebut
dengan hukum Boyle.
PV = k (suatu tetapan) (6.1)
Penampilan
grafis dari percobaan Boyle dapat dilakukan dengan dua cara. Bila P diplot
sebagai ordinat dan V sebagai absis, didapatkan hiperbola (Gambar 6.1(a)).
Kedua bila V diplot terhadap 1/P, akan didapatkan garis lurus (Gambar 6.1(b)).
(a) Plot hasil percobaan; tekanan vs. volume
(b) Plot hasil percobaan; volume vs 1/tekanan. Catat bahwa kemiringan k tetap.
(b) Plot hasil percobaan; volume vs 1/tekanan. Catat bahwa kemiringan k tetap.
Volume dan temperatur
Setelah
lebih dari satu abad penemuan Boyle ilmuwan mulai tertarik pada hubungan antara
volume dan temperatur gas. Mungkin karena balon termal menjadi topik
pembicaraan di kotakota waktu itu. Kimiawan Perancis Jacques Alexandre César
Charles (1746-1823), seorang navigator balon yang terkenal pada waktu itu,
mengenali bahwa, pada tekanan tetap, volume gas akan meningkat bila
temperaturnya dinaikkan. Hubungan ini disebut dengan hukum Charles, walaupun
datanya sebenarnya tidak kuantitatif. Gay-Lussac lah yang kemudian memplotkan
volume gas terhadap temperatur dan mendapatkan garis lurus (Gambar 6.2). Karena
alasan ini hukum Charles sering dinamakan hukum Gay-Lussac. Baik
hukum Charles dan hukum Gay-Lussac kira-kira diikuti oleh semua gas selama
tidak terjadi pengembunan.
Pembahasan
menarik dapat dilakukan dengan hukum Charles. Dengan mengekstrapolasikan plot
volume gas terhadap temperatur, volumes menjadi nol pada temperatur tertentu.
Menarik bahwa temperatur saat volumenya menjadi nol sekiatar -273°C (nilai
tepatnya adalah -273.2 °C) untuk semua gas. Ini mengindikasikan bahwa pada
tekanan tetap, dua garis lurus yang didapatkan dari pengeplotan volume V1
dan V2 dua gas 1 dan 2 terhadap temperatur akan berpotongan di V =
0.
Fisikawan
Inggris Lord Kelvin (William Thomson (1824-1907)) megusulkan pada temperatur
ini temperatur molekul gas menjadi setara dengan molekul tanpa gerakan dan
dengan demikian volumenya menjadi dapat diabaikan dibandingkan dengan volumenya
pada temperatur kamar, dan ia mengusulkan skala temperatur baru, skala
temperatur Kelvin, yang didefinisikan dengan persamaan berikut.
273,2 + °C = K (6.2)
Kini
temperatur Kelvin K disebut dengan temperatur absolut, dan 0 K disebut
dengan titik nol absolut. Dengan menggunakan skala temperatur absolut,
hukum Charles dapat diungkapkan dengan persamaan sederhana
V = bT (K) (6.3)
dengan b
adalah konstanta yang tidak bergantung jenis gas.
Menurut
Kelvin, temperatur adalah ukuran gerakan molekular. Dari sudut pandang ini, nol
absolut khususnya menarik karena pada temperatur ini, gerakan molekular gas
akan berhenti. Nol absolut tidak pernah dicapai dengan percobaan. Temperatur
terendah yang pernah dicapai adalah sekitar 0,000001 K.
Avogadro
menyatakan bahwa gas-gas bervolume sama, pada temperatur dan tekanan yang sama,
akan mengandung jumlah molekul yang sama (hukum Avogadro; Bab 1.2(b)). Hal ini
sama dengan menyatakan bahwa volume real gas apapun sangat kecil dibandingkan
dengan volume yang ditempatinya. Bila anggapan ini benar, volume gas sebanding
dengan jumlah molekul gas dalam ruang tersebut. Jadi, massa relatif, yakni
massa molekul atau massa atom gas, dengan mudah didapat.
d. Persamaan gas ideal
Esensi
ketiga hukum gas di atas dirangkumkan di bawah ini. Menurut tiga hukum ini,
hubungan antara temperatur T, tekanan P dan volume V sejumlah n mol gas dengan
terlihat.
Tiga hukum
Gas
Hukum Boyle:
V = a/P (pada T, n tetap)
Hukum Charles: V = b.T (pada P, n tetap)
Hukum Avogadro: V = c.n (pada T, P tetap)
Hukum Charles: V = b.T (pada P, n tetap)
Hukum Avogadro: V = c.n (pada T, P tetap)
Jadi, V
sebanding dengan T dan n, dan berbanding terbalik pada P. Hubungan ini dapat
digabungkan menjadi satu persamaan:
V = RTn/P (6.4)
atau
PV = nRT (6.5)
R adalah
tetapan baru. Persamaan di atas disebut dengan persamaan keadaan gas ideal
atau lebih sederhana persamaan gas ideal.
Nilai R bila
n = 1 disebut dengan konstanta gas, yang merupakan satu dari konstanta
fundamental fisika. Nilai R beragam bergantung pada satuan yang digunakan.
Dalam sistem metrik, R = 8,2056 x10–2 dm3 atm mol-1
K-1. Kini, nilai R = 8,3145 J mol-1 K-1 lebih
sering digunakan.
Latihan 6.1 Persamaan gas ideal
Sampel
metana bermassa 0,06 g memiliki volume 950 cm3 pada temperatur 25°C.
Tentukan tekanan gas dalam Pa atau atm).
Jawab:
Karena massa molekul CH4 adalah 16,04, jumlah zat n diberikan
sebagai n = 0,60 g/16,04 g mol-1 = 3,74 x 10-2 mol. Maka,
P = nRT/V = (3,74 x10-2 mol)(8,314 J mol-1 K-1)
(298 K)/ 950 x 10-6 m3)= 9,75 x 104 J m-3
= 9,75 x 104 N m-2= 9,75 x 104 Pa = 0,962 atm
Dengan
bantuan tetapan gas, massa molekul relatif gas dapat dengan mudah ditentukan bila
massa w, volume V dan tekanan P diketahui nilainya. Bila massa molar gas adalah
M (g mol-1), akan diperoleh persamaan (6.6) karena n = w/M.
PV = wRT/M (6.6)
maka
M = wRT/PV (6.7)
Latihan 6.2
Massa molekular gas
Massa wadah
tertutup dengan volume 0,500 dm3 adalah 38,7340 g, dan massanya
meningkat menjadi 39,3135 g setelah wadah diisi dengan udara pada temperatur 24
°C dan tekanan 1 atm. Dengan menganggap gas ideal (berlaku persamaan (6.5)),
hitung "seolah" massa molekul udara.
Jawab: 28,2.
Karena ini sangat mudah detail penyelesaiannya tidak diberikan. Anda dapat
mendapatkan nilai yang sama dari komposisi udara (kira-kira N2:O2
= 4:1).
e. Hukum tekanan parsial
Dalam banyak
kasus Anda tidak akan berhadapan dengan gas murni tetapi dengan campuran gas
yang mengandung dua atau lebih gas. Dalton tertarik dengan masalah kelembaban
dan dengan demikian tertarik pada udara basah, yakni campuran udara dengan uap
air. Ia menurunkan hubungan berikut dengan menganggap masing-masing gas dalam
campuran berperilaku independen satu sama lain.
Anggap satu
campuran dua jenis gas A (nA mol) dan B (nB mol) memiliki
volume V pada temperatur T. Persamaan berikut dapat diberikan untuk
masing-masing gas.
pA = nART/V (6.8)
pB = nBRT/V (6.9)
pA
dan pB disebut dengan tekanan parsial gas A dan gas B. Tekanan
parsial adalah tekanan yang akan diberikan oleh gas tertentu dalam campuran
seandainya gas tersebut sepenuhnya mengisi wadah.
Dalton
meyatakan hukum tekanan parsial yang menyatakan tekanan total P
gas sama dengan jumlah tekanan parsial kedua gas. Jadi,
P = pA + pB = (nA + nB)RT/V
(6.10)
Hukum ini
mengindikasikan bahwa dalam campuran gas masing-masing komponen memberikan
tekanan yang independen satu sama lain. Walaupun ada beberapa gas dalam wadah
yang sama, tekanan yang diberikan masing-masing tidak dipengaruhi oleh
kehadiran gas lain.
Bila fraksi
molar gas A, xA, dalam campuran xA = nA/(nA
+ nB), maka pA dapat juga dinyatakan dengan xA.
pA = [nA/(nA + nB)]P
(6.11)
Dengan kata
lain, tekanan parsial setiap komponen gas adalah hasil kali fraksi mol, xA,
dan tekanan total P.
Tekanan uap
jenuh (atau
dengan singkat disebut tekanan jenuh) air disefinisikan sebagai tekanan
parsial maksimum yang dapat diberikan oleh uap air pada temperatur tertentu
dalam campuran air dan uap air. Bila terdapat lebih banyak uap air, semua air
tidak dapat bertahan di uap dan sebagian akan mengembun.
Latihan 6.3 Hukum tekanan parsial
Sebuah wadah
bervolume 3,0 dm3 mengandung karbon dioksida CO2 pada
tekanan 200 kPa, dansatu lagi wadah bervolume 1,0 dm3 mengandung N2
pada tekanan 300 kPa. Bila kedua gas dipindahkan ke wadah 1,5 dm3.
Hitung tekanan total campuran gas. Temperatur dipertahankan tetap selama
percobaan.
Jawab:
Tekanan parsial CO2 akan menjadi 400 kPa karena volume wadah baru
1/2 volume wadah sementara tekanan N2 adalah 300 x (2/3) = 200 kPa
karena volumenya kini hanya 2/3 volume awalnya. Maka tekanan totalnya 400 + 200
= 600 kPa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar